Petang ini, aku menamatkan lagi
satu judul film. A Series of Unfortunate Events:
An Investigation of the Events Surrounding the Baudelaire Children. Film
ini merupakan adaptasi dari novel yang ditulis oleh Lemony Snickets. Aku merasa
cukup tertarik pada karya ini, sebab genre yang ditawarkan terbilang unik. Anti-mainstream. It is a gothic, and a
little bit absurdic. You know, I like this genre so much. Mungkin karena aku
orang yang mempunyai pemikiran tak wajar. Maksudku, aku sendiri tidak tahu
mengapa orang-orang sangat sulit memahamiku. Hal demikian sudah terjadi cukup
lama, maka dari itu aku tidak segan mengklaim diriku sendiri sebagai orang yang
aneh.
Film ini mengisahkan perjalanan
anak-anak Baudelaire pasca kematian orangtua mereka. There is Violet, Klaus, and Sunny. The antagonist character here named
Count Olaf. Diceritakan, Count Olaf ingin menguasai harta warisan anak-anak
Baudelaire dengan cara membunuh. Ya… aku tidak mau menceritakan detilnya, sih,
karena ini kan bukan review film. But one
I wanna say, praktek membunuh Count Olaf ini selalu gagal walaupun
sebenarnya (menurutku) rencananya lumayan cerdik. Intinya, seharusnya anak-anak
Baudelaire sudah mati dari awal mengingat persiapan membunuh Olaf yang tidak
remeh.
Ada satu kalimat yang mengganggu
pikiranku di penghujung film, “The
Baudelaire is very fortunate”. I
think, what? What fortunate? Apakah karena mereka selalu lolos dari sebuah
rencana pembunuhan besar, makanya mereka dibilang “beruntung”. Atau apa?
Kemudian, sebagai orang aneh yang
selalu memikirkan siapa penggagas plastik kiloan sebagai media penampung es
marimas dalam praktek dagang toko-toko kelontong pinggir kampung, aku
mengajukan sebuah pertanyaan: apakah kata “beruntung” itu digunakan ketika kamu
selamat dari bencana besar, atau ketika kamu menginginkan sebuah ponsel, lantas
ponsel yang kamu inginkan itu mendadak jatuh dari langit di hadapanmu? (catatan:
itu pun kalau ponselnya tidak rusak sehabis menghantam aspal). Yang mana?
Spekulasiku lalu menuju ke bahasa
Tuhan mengenai keberuntungan, sesuai judul artikel ini. Ya, apa itu
keberuntungan? Kalian pernah membaca suatu kisah dari kitab suci yang kemudian
kalian ingat sebagai petunjuk dalam memahami maksud Tuhan (sebagian besar)? Hm…
sebagai orang yang pelupa, tentu saja aku lupa. I do not remember anything. I mean, kalau aku pernah membaca, aku
tidak ingat. Kalau aku tidak pernah membaca, artinya aku memang tidak tahu
sejak awal.
Tiba-tiba aku teringat perkataan
seorang dosen PPTK setahun lalu: orang Jawa itu orang yang selalu bersyukur
(tidak pernah berprasangka buruk pada Tuhan). Mengalami pencurian senilai
500.000, mereka bilang: untung nggak sejuta. Satu tangan putus, mereka bilang:
untung nggak dua-duanya. Tertimpa kecelakaan besar sampai hampir mati, mereka
bilang: untung dikasih hidup lagi. Bisa tobat. Yaa… perumpamaan terakhir itu
buat-buatanku sendiri sih. Tidak terlalu nampak “waw”-nya, sebab siapa coba
yang hampir mau mati terus mengumpat: jancok,
kenek opo aku nggak mati ae mau? setelah ditetapkan nggak jadi mati? Oke, sorry mbulet. Lupakan. Perhaps, it is really happens for several
people in this world, but NOT AT ALL. It’s just several. Really. Several and so
much little bit. (catatan 2: hanya terjadi pada orang dengan depresi akut
dan sendirian).
Menurut kalian, itu adil nggak
sih? Keberuntungan yang dikategorikan menjadi: 1) beruntung masih hidup setelah
tertimpa hal buruk, dan 2) beruntung di saat kalian dalam keadaan baik, tidak ada
hal yang harus dipikirkan, kalian sehat wal afiat, finansial cukup, hidup penuh
cinta, kemudian ada seorang kurir datang ke rumah kalian mengirimkan mobil mewah
sembari berkata, “hey, congrats! Ini hadiahmu dari lotre semanggi 345. GRATIS
TANPA DIPUNGUT BIAYA.” Haahh?? Jelas secara kasar, itu sangat nggak adil.
Di film ini, selain kutipan
mengenai keberuntungan, aku juga menemukan kutipan lain yang sangat membuat
otakku segar. Dalam surat yang tak pernah sampainya, orangtua Violet, Klaus,
dan Sunny menuliskan: “At times the world
can seem an unfriendly and sinister place, and our lives can seem like a random
series of unfortunate events. But believe us when we say that there is much
good in the world than bad. All you have to do is work hard enough.” Yaaa… I love this part so much.
Raava tidak bisa memusnahkan
Vaatu, karena tanpa sisi jahat, dunia tidak akan seimbang. Kenapa? Karena
begitulah cara hidup bekerja! Sesuatu tidak akan nampak bagus jika tidak ada
pembandingnya yang bernilai kurang. Tetapi paradoksnya, yang kurang ini tadi
tidak serta merta jelek dari segala hal. Selalu ada sisi lebih. Ingatlah,
ketika kita senantiasa berpikir positif -there
is much good in the world than bad-, kita akan senantiasa merasa bahwa
hidup ini indah.
Jadi, apa kesimpulannya? Tidak
ada kesimpulan. Persoalan tentang keberuntungan tentu tidak akan habis sampai
kiamat datang. Singkat kata, keberuntungan di kategori dua itu memang
menyenangkan, tetapi keberuntungan di kategori pertama lebih melegakan, membuat
kita lebih bijak, dan lebih dapat mendekatkan kita pada rasa syukur. Karena
kadang-kadang hidup bukan tentang seberapa banyak materi yang berhasil kamu
dapatkan, melainkan seberapa banyak yang berhasil kamu pelajari. Bukankah
begitu?
06 Juli 2018 – 19:36, Surabaya

1 Komentar
Sepakat dengan kalimat terakhir.
BalasHapusSaat kita kemalingan uang 500 ribu, selain kita tau bahwa kita tidak kehilangan 1 juta, juga jadi tau bahwa tempat menyimpan uang tadi bukan tempat yang aman.