[[REVIEW]] - JOKER

*PERHATIAN!*
Di sini aku mengulas Joker (2019) sebagai sebuah karya independen karena aku nggak mengetahui historinya dengan baik. Jika ada yang ingin berbagi pengetahuan mengenai dunia paralelnya, itu akan sangat-sangat membantu. 

If you know, guys, aku nonton film Joker ini langsung satu jam setelah Maleficent. Dan, menonton dua film sekaligus di hari yang sama membuat aku kehilangan ketajaman menganalisa :’v Maksudku, ya memang ternyata satu hari itu cukuplah nonton satu film kalau kalian ingin me-review film tersebut seperti yang aku lakukan ini. Kenapa? Karena setelah film kedua, ingatan atas film pertama itu seperti tertumpuk dan terasa buram. Apalagi aku orangnya gampang lupa. Beruntung kemarin aku nonton sama temanku yang otaknya kuat Xp jadi aku bisa sedikit refresh apa-apa yang sudah aku tonton.


Sebelum aku memulai review ini, aku ingin curhat sebentar. Sama seperti Maleficent, untuk film Joker, rasanya aku butuh nonton ulang. Menyaksikannya secara berturut-turut membuat aku tidak yakin tentang apa yang aku ingat. Ditambah lagi waktu di bioskop, aku duduk di sebelah orang yang-baik aku tidak akan menahan diri sekarang- em, agak freak. Di tiap scene, dia selalu tertawa. Dan tertawanya itu keras sekali, cempreng, serta statis 😇 Aku sungguh risih, tapi nggak mau bikin keributan karena sudah berjanji pada diriku sendiri agar tidak membuat masalah. Yang paling parah, ketika dia tertawa aku mencium sesuatu yang aneh, gaes 😇 Aroma tidak sedap tiba-tiba menusuk hidungku 😇 Saat itu aku sebenarnya sudah benar-benar frustasi dan hendak memakinya, tapi hati nuraniku menahanku 😇 Bisa bayangkan nggak kemalangan yang aku dapatkan ketika itu? 😇 Udah ketawaannya bikin telinga sakit, abab’e basin. Peh! Kesialan ganda. Untung saja di klimaks, dia nggak tertawa-tertawa lagi. Kalau masih, juga… ya entahlah.

Baik, kita mulai saja review-nya. Film Joker ini sudah banyak mendapat pujian. Ratingnya sangat tinggi, nyaris sempurna. Aku sendiri merasa film ini menyajikan kandungan yang cukup meski tidak membuatku sangat kenyang. Bagus sekali. Sebelum rangkaian Marvel digilai lautan manusia, dahulu sekali kita pernah tahu bahwa ada serial legendaris berjudul Harry Potter yang bahkan orang yang tak pernah baca buku atau nonton filmnya, tak akan merasa asing jika disebutkan nama tersebut (saking terkenal). Nah, Joker dan Harry Potter ini dinaungi satu perusahaan yang sama, yakni Warner Bros. Singkat kata, menilik dari perusahaan yang menggawangi berikut historinya, film Joker di tahun 2019 ini secara ekspektasi pastilah sangat luar biasa. Kenyataannya? Yah, memang luar biasa. *applause*

Banyak unsur yang aku temukan dalam film ini. Pertama, apa kalian sadar bahwa jenis shot yang sering digunakan pada tokoh utama adalah extra close-up? Bagi orang film, menurutku pasti sadar. Jenis shot ini dipakai untuk menunjukkan ekspresi tokoh. Sutradaranya pasti ingin menawarkan hal-hal emosional lewat ekspresi yang ditampilkan si Joker. Dan, for godsake, Phoenix benar-benar memberinya dengan sangat keren. Sinematografinya secara keseluruhan cukup mantap. Tetapi apa yang membuat benar-benar luar biasa sebenarnya adalah si Phoenix. Kalau kalian bandingkan dengan tokoh-tokoh lain, Phoenixlah yang berhasil membuat mereka nampak beda dari film-film yang sudah ada.

Kedua, properti berikut latar yang digunakan tidaklah main-main. Aku suka ketika mereka dengan berani mengambil latar yang sulit seperti di kereta, studio TV, dan panggung pertunjukkan. Beberapa di antaranya butuh pengorbanan terhadap waktu, sementara yang lain butuh pengorbanan biaya (eh, tapi WB gitu). Kalian sadar nggak, sih? Pada adegan Thomas Wayne pergi pipis saat menonton pertunjukkan, keran yang ada di wastafelnya itu warnanya emas, cuy :’) Aku nggak tahu itu emas asli atau hanya catnya, tapi kayaknya itu beneran emas, deh :’) Secara keseluruhan, aku merasa latar dan properti film Joker ini tidak nampak begitu berbeda dari sesama film WB lainnya. Maksudku, nuansa yang mereka tampilkan di sini benar-benar khas Warner Bros. Warna, bentuk kota yang ditampilkan, serta selera kru yang dimunculkan meski kutahu yang bertanggung jawab atas semua itu adalah sutradara. Aku tidak menganggap itu sebagai kekurangan, aku hanya ingin mengungkapkannya saja. Toh, kekhasan itu tidak ada memprotes.

Ketiga, kalian semua pasti setuju kalau yang jadi masterpiece film ini adalah plotnya. Yeah. Alur film ini is amazingly smooth and absolutely relate dengan apa yang terjadi di dunia nyata. Jujur, aku sendiri adalah seseorang yang punya riwayat depresi :’) Jadi kurang lebih dapat kukatakan aku bisa merasakan apa yang dirasakan Arthur. Awalnya aku berpikir: ah? Arthur punya banyak orang baik di hidupnya. Lalu kenapa dia bisa jadi Joker? Film lemah. Namun seiring tanjakan alur, I were really satisfied dengan apa yang mereka suguhkan. Orang-orang baik yang mengelilingi Arthur itu menusuknya dari belakang. JADI DENGAN INI JOKER MENJADI JOKER? Aku 100% setuju! Mereka tidak secara langsung bertubi-tubi menampilkan bully yang menjadikan Arthur tertekan. Tidak eksplisit, tidak juga implisit. Tapi sungguh-sungguh mulus mengikuti apa yang ada di realitas.

Ada dua asumsi yang menyangkut di otakku kemudian: 1. Penulis naskahnya adalah orang yang pernah depresi, dan; 2. Penulis naskahnya telah melakukan riset yang mengagumkan. Aku bukan psikolog. Tetapi sebagai orang biasa yang juga pernah depresi, aku merasa ini sudah lebih dari cukup. Di atas sudah kukatakan, film ini tidak membuatku kenyang. Tetapi justru itu yang membuat film ini “pas”. Tidak kurang, tidak lebih. Presisi. Adegan-adegan yang dipilih, bagaimana mereka merancang, mengenalkannya, dan membuat sesuatu yang khas sekaligus bagian yang menampar. Kuakui, sangat-sangat pas.

Todd Phillips as Director and Scripwriter

Scotts Silver as Scriptwriter

Namun di balik semua pujian yang telah aku berikan, ada satu hal mengganjal. Aku tidak tahu kenapa Arthur harus banget membunuh ibunya. Memang ada adegan di mana Arthur bilang (secara kasar saja karena aku nggak ingat detil), “Aku begini karena kau.” Plus, penyajian scene bahwa waktu kecil, ibunya menyatakan bahwa Arthur itu memang pernah ia siksa. Tapi menurutku itu nggak cukup untuk mendorong Arthur melakukan pembunuhan. Lah, terus hingga setua itu, ibunya sama si Arthur itu ngapain aja? Memangnya sepanjang hidupnya Arthur disiksa terus? Apapun itu, butuh penjelasan. Untuk saat ini bagiku, kekurangan film Joker (2019) hanya pada bagian ini. Jika aku jadi nonton ulang, mungkin akan ada banyak celah lagi yang bisa aku temukan, atau mendapat jawaban dari pertanyaan yang sekarang mengudara, atau malah mendapat pertanyaan baru serta jawabannya secara langsung Xp
#Tambahan (21 Okt 2019): Aku baru ingat jika ada adegan Arthur menari setelah membunuh 3 orang di kereta. Maksudku, kenapa harus ada adegan kayak gitu? Semua bagian sangat mulus kecuali pada bagian ini. Di mataku, tampak aneh dan tidak penting. Nggak tahu lagi kalau ada maksud lain di baliknya.

Kelima, mungkin bagi kalian yang peka, akan sepakat dengan apa aku rasakan. Jadi begini, ehem. Menurut kalian, film Joker ini apakah sebuah film fiksi yang bersih? Tidak. Ya, bahkan semua film harusnya punya ideologi. Aku melihat, Joker menjadi Joker adalah karena dia depresi. Persoalannya adalah pada mental. Tetapi kemudian ada rombongan Joker yang ditampilkan (orang-orang biasa) dengan latar belakang berbeda. Mereka menjadi Joker untuk menyuarakan keberatan terhadap eksistensi orang kaya. Jelas ini didasari perkara ekonomi. Pertanyaannya, kenapa ada rancangan seperti itu? Kalau ada konspirasi lain, ya aku nggak tahu.


Ada banyak konspirasi tentang film Joker ini. Salah satunya adalah ini:

Semua yang terjadi di film ini hanyalah khayalan si Arthur???

Aku nggak akan membahasnya karena males dan ulasan ini sudah terlalu panjang. Lagipula, ini penilaian yang ditujukan kepada film secara fisik saja Xp Rating yang dapat aku berikan adalah sebagai berikut:

Sinematografi : 8.5/10
Akting : 9.5/10 (berat pada tokoh utama sih, kalau penilaian ini)
Art : 8/10
Skoring : 8/10
Alur : 10/10 (pas!)
#NOTE: Ini film Hollywood. Jadi enggak heran kalau bagus pake banget.

Okay, jadi segitu dulu review film kali ini. Sampai jumpa pada postingan berikutnya!


---------
Catatan kaki:
(21 Okt 2019): Aku baru sadar, seindependen apapun film Joker ini, tetap saja ada hubungannya dengan Batman. Sedangkan, Batman sendiri adalah tokoh pahlawan super. Jadi sepertinya tidak mengherankan apabila ada unsur demo atas nama ekonomi.

0 Komentar