Setelah
mencari tahu apa-apa yang harus dicari tahu untuk memastikan prasangka dan
pertanyaanku, aku akhirnya sampai pada tulisan yang kalian baca ini. Film Ratu
Ilmu Hitam milik Joko Anwar dkk ini tidak sama dengan Ratu Ilmu Hitam versi
Suzzanna pada tahun 1981. Kata punya kata, Ratu Ilmu Hitam 2019 hanya merupakan
tribute atas film pendahulunya. Plot,
tokoh, dan elemen-elemen yang ditampilkan sama sekali berbeda. Bukan
dekonstruksi, apalagi rekonstruksi, bukan pula sekuel. Tapi aku nggak ngomong
itu sebagai sesuatu yang pasti karena aku sendiri belum nonton film versi
Suzzanna. Yang demikian ini berdasarkan apa yang sudah aku baca saja.
Sebelum
kita mulai, aku ingin memberi tahu bahwa review
pada kesempatan kali ini akan aku bagi menjadi beberapa sub-bab. Sub-bab
ini berisi pendapat aku tentang bagian yang aku rasa ganjil atau kurang, tapi
juga bagian yang aku anggap keren banget. Yah, tergantung topik yang ada saja
sih sebenarnya. Hahahah. Oke, mari kita mulai.
The Deer
Film
dibuka dengan adegan yang very very
ordinary: percakapan keluarga bernuansa haha-hihi di dalam mobil yang
sedang melaju. Setelahnya tiba-tiba mobil menabrak sesuatu. Kita lantas diberi
pengetahuan tentang sesuatu yang ditabrak, atau lebih tepatnya, sesuatu yang
keluarga itu kira telah tabrak: seekor rusa. Hem….. Satu hal yang langsung
terlintas di otakku adalah film Train to
Busan. Mungkin film ini akan membawa serta eksistensi zombie, pikirku kala
itu. Virus rusa gila. Lalu- oke nggak usah diteruskan. Aku hanya berpikir
sampai situ. Tapi kemudian muncul pertanyaan. Pemilihan entitas rusa ini
berdasarkan apa? Apa makna yang dikandung rusa itu? Ingat, rusa itu hewan hutan
yang benar-benar hutan. Tapi latar di film ini lebih ke “kebon” daripada hutan.
The greens yang ditampilkan adalah
ilalang, bukan pohon. Kalau nggak ada maksud yang kuat, tentu saja aku akan
menyebut bagian ini sebagai sebuah kecerobohan. Apa eksistensi rusa itu sudah
ada di film pendahulunya? Apa mereka hanya memunculkan ulang? Atau jika hal itu
adalah sesuatu yang baru, apa itu dimaksudkan untuk mempunyai hubungan dengan
“praktek ilmu hitam”? Well, menurutku
hewan dengan nuansa mistis selain rusa masihlah sangat banyak. Anjing hitam kiranya
lebih mewakili karena selain lebih mudah ditemukan di pemukiman (dibanding
rusa), stereotip yang dibawa anjing tidak kontradiktif dengan latar tempat yang
mampu disajikan. Eh tapi kalau dipikir-pikir lagi, area sekitar panti asuhan
berpohon, sih. HM.
Kilometer 81
Aku
ingat kejanggalan ini paling terakhir. Tapi menurutku, ini paling fatal.
Sebelumnya aku mau mengajukan satu pertanyaan: Bu Mirah itu sungguhan
mempraktekkan ilmu hitam atau tidak? Di akhir cerita muncul kenyataan bahwa
sebenarnya Bu Mirah hanya difitnah oleh Pak Bandi. Tapi ada satu hal aneh. Sewaktu
Hanif dkk ingin membawa Eva dan Lina ke rumah sakit, mereka diceritakan
berputar-putar di kilometer 81, dan Hanif mengatakan bahwa peristiwa serupa
pernah terjadi pada mereka di masa lampau. INGAT, adegan saat Hanif, Anton, dan
Jefri kecil melarikan diri dan malah berakhir muter-muter itu terjadi SEBELUM
mereka membunuh Bu Mirah. Pembunuhan itu terjadi setelah Hanif dkk merasa tidak
punya jalan keluar. Atau aku salah ingat? Kalaupun aku salah ingat dan adegan
itu ada sesudah mereka membunuh, nggak ada sedikit pun kenormalan menjadikan
Murni di usia yang sangat belia sebagai dalang. Terus yang membuat mereka
muter-muter balik ke panti itu siapa dong? :’v Mungkin jika ingin berprasangka
positif, kita bisa berpikir bahwa Bu Mirah sejatinya memang pemraktek ilmu
hitam, namun dengan tujuan melindungi anak-anak gadis di panti J *wide smile*
Acting and Cinematography
Hal paling pertama yang ingin aku pertanyakan adalah,
waktu adegan Rani memukul kepala Nadya itu, apa ada perubahan ya pada rambutnya
Nadya? :/ Aku tidak mengingatnya dengan begitu jelas, tapi kok rasanya
rambutnya Nadya itu lebih kebuka. Lagipula film ini baru pertama tayang,
otomatis aku baru nonton sekali. Mungkin aku akan menemukan jawabannya pada
agenda nonton kedua. Selain itu, aku kurang suka sama pembawaan yang dikasih ke
si Rani waktu menggetok kepala Nadya ini. Kurang tenaga. Harusnya dengan
akumulasi power yang dihasilkan
(berdasarkan tampilan yang ada), Nadya nggak akan sampai pingsan.
Selanjutnya, kalian sadar nggak sih guis, sewaktu Haki
mencari Hasbi, shot pada muka Haki tidak
sama dengan shot-shot lain? Maksudku,
jenis fpsnya. Entahlah ya ini apa karena luput diedit (tidak diberi efek) atau
apa, tapi gambar di scene tersebut
sangat smooth. Sejauh yang aku tahu, smooth itu diakibatkan jumlah fps yang
banyak. Singkatnya, ya karena shot yang
kepleset ini mau tidak mau menjadikan kekurangan pada film Ratu Ilmu Hitam bertambah.
Masuk
pada bagian ketiga. Aku sesungguhnya suka sama animasinya (kelabang, dll).
Keren, berani, dan sudah termasuk bagus. Tapi tetap saja belum sepenuhnya mengena
atau masih kasar. Dibanding dengan animasi Hollywood, tentu saja kurang. Aku
memakluminya karena di Indonesia fasilitas yang ada untuk membuat animasi
semacam itu pastilah sangat terbatas. Kalaupun mampu, kuyakin dananya kurang
:’v #plak! Menurutku keberanian memunculkan efek animasi sebagaimana yang telah
ditampilkan sudah dibarengi dengan effort
yang setimpal. Mau bagaimanapun, tetap saja ini keren.
Oh,
iya. Satu lagi yang perlu aku tambahkan. Awalnya aku nggak mengira, nggak
berharap juga, jadi waktu adegan ini ada, aku luar biasa kaget. Adegan itu
adalah saat Lina bercermin. Mulanya kupikir Lina benar-benar “segendut” itu,
tapi kok aku sangsi. Lina sebelumnya kurus kok. Kemudian seiring berjalannya
adegan, rasa penasaranku pun terjawab. Jadi postur gemuk Lina di cermin itu
benar-benar editing, gaes! Yang bikin
aku kaget sekaligus satisfied iya
karena editannya itu, lho! Mulus banget! Editing
yang aku maksud di sini lebih ke (1) bagaimana cara mereka menyatukan dua
adegan: Lina yang kurus, dan Lina yang gemuk; (2) cara mereka men-smooth-kan scene pengulitan leher serta perut. Wah, gila sih. Khususnya pada
poin kedua. Propertinya mantap banget. Di sini aku hanya sotoy sebenarnya
menyebut itu editing karena bisa saja
adegan terkait diambil sudah dengan “kemulusan” yang ada Xp Tapi kalau itu
benar dihasilkan tanpa campur tangan software
editor, kan berarti lebih bagus dong? Skill
krunya enggak main-main Xp Selain itu aku ingin katakan: aku SANGAT SUKA
SAMA SCORING-NYA. Aku nggak mengira
akan sememuaskan itu. Benar-benar mendukung dan membawa adegan. Sudah seperti
scoring film Disney :p
Terakhir
yang aku ingin tulis di sub-bab ini adalah perkara akting dan pembawaan yang
dilekatkan pada tokoh-tokohnya. Lebih dulu aku ingin katakan bahwa akting
Muzaki (Haki) sangat sangat T.O.P. Aku suka sekali dengan kelincahan sekaligus kemulusan
akting ini bocah XD Muzaki benar-benar berbakat di bidang akting :” Nggak hanya
Muzaki, akting Hannah (Nadya) ternyata juga semulus dan semasuk akal itu.
Sebagai penuntut kelogisan, aku merasa terpuaskan. Akting-akting tokoh lain pun
bagus pake sekali :D Apalagi Miller Khan :D Ah, ganteng sangat :D Tapi tetap
aku lebih suka akting Muzaki dan Hannah, sih Xp
![]() |
| Semoga maen film bersama lagi <3 |
Sekarang
masuk pada sesi komenti. Sekalipun aku suka sama tampilan fisik Jefri (Miller),
aku agak kecewa sama pembawaan yang dilekatkan ke tokoh ini. L Sumpah, dia itu tatoan, tapi lihat mayat aja
histeris. Mana dibanding Hanif, dia itu lebih parah hectic-nya. Ckckckck. Entah dia harusnya begitu, atau si Miller
saja yang pengin akting takut jadi benar-benar “takut”. Selanjutnya aku akan
mengomentari (hehehe) Hasbi. Aku nggak mau bilang banyak, karena aktingnya
menurutku sudah sangat bagus. Hanya saja tokoh Hasbi ini sama seperti Jefri.
Sama-sama aneh. Bukan ke “dia harusnya begini bukan begitu”, tapi ke “kenapa
dia nggak ada angin nggak ada hujan marah ke Dina”. Singkatnya ya kenapa harus
banget dia marah-marah nggak jelas gitu? Kalau aku ketemu orang kayak gitu di
dunia nyata, udah aku tampol. Walaupun sebenarnya keinginan itu cuma sebatas
tulisan karena dibanding menampol, aku pasti lebih memilih nyanyi entah apa
yang merasukimu J
Anti-klimaks
Karena
aku sudah capek sekali mempertanyakan hal-hal yang terasa mengganjal, aku
putuskan untuk mengenyahkan beberapa di antara mereka. Selain karena malas, aku
juga sebenarnya cuma menyangsikan hal-hal tersebut berdasarkan pengetahuan yang
pas-pasan. Aku nggak tahu banyak, jadi aku nggak berani menyatakan secara
sepihak itu salah. Sebelum membuat film pasti sudah diadakan suatu riset, dan
aku pikir apa yang ditampilkan sudah punya sejarahnya masing-masing. Oke, langsung
pada yang ingin aku katakan di sub-bab ini.
Jujur
aku merasa klimaks film ini sangat cepat. Terlalu cepat. Murni mati dalam waktu
singkat. Tanpa ada perlawanan. Dan eottohke,
matinya Murni dibakar pula. Aku ingat bahwa penyihir tidak bisa kena api,
tapi Murni itu kan dukun. Sangat tidak memuaskan. Sepanjang jalannya film, Ratu
Ilmu Hitam tidak pula menyajikan sesuatu yang baru. Kepala dipenggal dan bisa
balik lagi? Film Suzzanna sudah banyak menyuguhkan itu. Padahal aku berharap
akan ada mantra-mantra yang disisipkan di film ini. But, Murninya diem-diem bae. Malahan she said, “Aku tidak yakin neraka itu ada, jadi aku akan memastikan
kalian mendapatkannya sekarang” padahal dia pengguna ilmu hitam yang kaitannya
itu dengan jin dan setan. Kalau sudah begitu, mau tidak mau Murni HARUS
digambarkan punya pengetahuan baik duniawi maupun ukhrawi. Malaikat penjaga
neraka itu makhluk halus juga sama seperti jin. Skenarionya terlalu memaksakan.
Selain
itu, apa yang terjadi pada mayat Anton pun tidak diceritakan. Bagaimana nasib
tokoh-tokoh lain? Yah, mungkin itu bukan suatu masalah besar. Kalau menameng
dengan dalih: banyak kok film ending-nya
gitu; atau; ya genrenya memang begitu, yaahhh. Ya bisa diterima, sih. Mungkin
aku saja yang berharap lebih.
Rating yang dapat aku berikan adalah sebagai berikut:
Sinematografi : 8.5/10
Akting : 8.5/10
Art : 8/10
Skoring : 9/10
Alur : 7.5/10
Okay,
jadi segitu dulu review film kali
ini. Sampai jumpa pada postingan berikutnya! Byeee!



0 Komentar