[[TALK]] - Sedang Ingin Menggila

Lebaran datang. Tidak ada hal menarik, sama seperti tahun-tahun sebelumnya. Aku baru bisa tidur subuh, dan kalian pasti tahu, tidur di pagi hari saat Hari Kemenangan tiba pasti mengundang hujatan dan rasanan yang beratnya mungkin lebih dari sekilo. Riyoyo ngunu, turu ae! Bagaimana, ya? Rasanya ingin marah, tapi capek. Dari dulu, aku tidak pernah diajari untuk salat di masjid. Bapakku sudah nggak nggenah, kerja tidak, apalagi ibadah. Semakin tua, semakin menjadi. Dan aku nggak pernah dikasih contoh berkehidupan yang baik. Masa aku harus melakukan semua sendiri? Aku nggak ingin menyalahkan pola didik yang terlanjur salah: jika anakmu tak pernah kau ajari begini, maka jangan kecewa jika ia tumbuh dan dewasa dalam perangai yang begini. Tidak. Aku selalu berpikir, berpikir, berpikir, setiap detik, setiap menit. Until someday I discovering by myself, how really life is working. Aku memang tumbuh dalam cara yang salah, tapi sekarang ini aku sudah dewasa. Sudah akil baligh. Sudah bisa membedakan mana yang harus dilakukan, mana yang tidak. Maka dari itu, meski aku dikekang "kebiasaan" yang "demikian" (dalam hal ini, kurang baik), aku bersikeras untuk tidak "demikian". Kamu nggak pernah diajari salat, dan itu sudah jadi pola sejak kecil. Saat kamu dewasa, pada akhirnya kamu terbiasa nggak salat. Tapi karena menjadi dewasa sama dengan kamu harus tahu kalau itu salah, makanya kamu wajib berubah meski lahir-batin hal tersebut sangat sulit. See it? Aku ingat pernah menulis begini: orang bodoh memang jarang punya tanggungan. Kenapa? Ya karena mereka jarang bisa menimbang mana yang baik mana yang buruk. Jadi untuk melakukan sesuatu, mereka santai-santai aja. -seal this paragraph-

Hari ini dari pagi sampai malam, aku benar-benar tidak enak hati. Pengin marah, nangis, marah, nangis. Bahkan demi apa tadi aku nonton Spongebob. Padahal belakangan, aku sudah tidak pernah nonton TV. Rupanya aku benar-benar butuh kualitas hidup yang lebih baik. Pengin sekali gitu punya orang yang bisa mengingatkan soal apapun. Diajak berbagi cerita. Bergiliran menyemangati. Mungkin statement ini bisa diartikan juga bahwa aku sedang ingin sosok pacar, tapi tidak. Lebih dari itu, aku sebenarnya butuh mamaku. Belasan tahun berlalu sejak kepergiannya, dan sungguh banyak hal berat silih berganti menimpa. Rasanya aku kok nggak pernah berpikir kalau hidupku bahagia, ya? Entahlah, mungkin hanya perasaan. Sepertinya aku mau mens, jadi emosional terus. Baper maksimal.

Ada sedikit hal menarik saat nonton Spongebob tadi. Aku-yang seharian grundel jero ati-jadi sedikit senang sebab episode yang ditampilkan menurutku banyak mengandung nilai-nilai amoral. Yes, amoral, bukan moral. Hehe. Squidward menunjukkanku betapa jadi seniman perfeksionis yang butuh asupan cukup atas ketenangan, kedamaian, dan kesentosaan, membuat diri orang kadang kala suka marah-marah kemudian menilai buruk sesuatu yang nggak sesuai sama jalan keinginannya :'D "Hidup dengan tetangga sepertimu, bagaimana aku bisa bersyukur?" kata Squidward. Yes, Squid. Yes. Kenapa, sih orang-orang itu selalu berisik? To be honest, aku ingin mengkonfrontasi mereka dengan kalimat itu. Tapi aku takut, nanti kalau mati jadi nggak ada yang nganterin aku. Hi hi hi. Makanya yang pada kenyataannya kulakukan hanya diam dan mendengarkan lagu.

Tampan dan Berani

Kemudian, apa lagi? Hmm... banyak sambatan lain yang aku ingin tulis, tapi aku sadar bahwa itu lebih baik nggak dilakukan. Maksudku, untuk dipublikasikan ke blog. Cukup di atas buku harian. Setidaknya, aku pengin diajak jalan-jalan biar nggak semakin parah ansos ini. Bertingkah sebagaimana keluarga normal lain bertingkah. Tapi bapakku selalu hidup untuk dirinya sendiri. Ya, sudahlah. Mau bagaimana? Asulah. Mending tidak usah dipikirkan. Yang penting saat ini aku harus kuat bertahan. Soal bagaimana jalan keluar, lebih baik, dilempar ke keranjang babi. Untuk saat ini.

0 Komentar