Mengapa aku pernah bertemu denganmu?Mengapa kamu berbaik hati kepadaku? Mengapa di masa itu rasanya begitu sulit, tetapi hadirmu seolah meringankan sedihku? Mengapa aku begitu senang ketika matamu balas menatap mataku? Kemudian kamu tersenyum dan menunjukkan kalau kamu itu memang seseorang yang benar ramah.
Beban yang menggantung di hatiku: yang tadinya seperti batu kali, tiba-tiba saja menguap seperti kabut, menjelma jadi kapas. Tak ada kata jengah. Waktu itu aku gembira, dan entah bagaimana bisa aku merindukan perasaan itu.
Apa demikian berarti aku tidak merasakan kegembiraan itu lagi? Sebab aku merindukannya. Dan apa itu juga berarti aku telah melupakanmu? Sebab kamu membuatku gembira, sedang sekarang aku merindukan kegembiraan.
Ketika kita berpisah, aku tidak secepat itu berpayah hati. Namun waktu terus mengasah tajamnya perasaan ini. Mengkilat, lalu mengoyak kewarasan.
Ketika aku menemukanmu kembali, kamu bukan yang dulu lagi. Namun sebenarnya tidak. Sejatinya kamu yang kini adalah kamu yang dulu, karena itu memanglah kamu. Dan demikian itu kamu: waktu tak akan mungkin merubahmu. Semua adalah kesalahanku yang telah menyimpanmu dalam satu sosok tanpa perkembangan di bawah memori yang begitu rapat-tak pernah dibuka-hingga sekesiut angin pun tak kuperbolehkan masuk. Aku mengingatmu sebagai apa yang hanya ingin aku ingat.d Padahal kamu tetap seseorang yang baik hati, dan kamu tetap seseorang yang ramah.
Tetapi aku tak bisa merasa gembira sebab kebaikan dan keramahanmu tidak lagi tersedia untukku.
0 Komentar