[[MINI DIARY]] - Nothing Last Forever

Akhir-akhir ini hawa di rumah sedang enak. Aku mulai mengantuk tengah malam, beberapa kali masih lewat dari itu, namun beberapa kali juga sebelum itu. Kupikir ini bagus. Entah bagaimana bisa seperti itu, mungkin karena aku terlalu banyak sedih dan takut sakit karena selalu tidur dini hari (bahkan pagi), jadi secara tidak sengaja sugesti tidur lebih awal menyangkut begitu saja di alam bawah sadarku. Atau mungkin karena badanku tidak lagi segar? Well, yang penting aku bisa salat subuh dengan jantung tidak berdegup-degup itu saja sudah menyenangkan. Namun sore ini, di momen yang padahal aku tidak sedang PMS, tiba-tiba saja aku ingin menangis.

Aku mulai terganggu dengan kehidupanku yang monoton. Saat ini aku merasa benar-benar bodoh dan ingin berteriak. Aku selalu menggantungkan semua urusanku. Mengapa? Awalnya karena aku malu, lalu karena aku malas, sekarang karena aku tidak bisa. Aku tidak akan menyalahkan siapa-siapa. Aku telah memilih jalan ini (meski pada awalnya dalam hatiku meyakini karena ini terpaksa dan aku tidak tahu pula), jadi aku harus menerima semua resikonya. Ingin hati menyalahkan orang lain, tapi kupikir lagi, apa aku ini adalah orang yang dari sananya harus selalu dimaklumi sehingga kesalahan itu sudah pasti munculnya bukan dari diri sendiri? Tidak. Walau ingin, namun sejak aku bisa berpikir bahwa jiwa dan raga ini adalah milikku pasti, aku tak berhak melakukannya. Aku tak berhak menyalahkan orang lain. Semua akan semakin rumit dan tak berujung bila saling menyalahkan. Semua kenaifan yang kulakukan di masa lalu, di masa sekarang ini, aku hanya perlu menerimanya. Tak bisa dirubah memang. Waktu itu akan selalu jadi seperti itu, namun tidak dengan pribadi ini. Kita bisa berubah, meski tidak sempurna. Kupu-kupu dapat menetas dari kepompong meski sayapnya rontok sedikit. Sabar dan taat mengarahkan wajah ke depan adalah solusinya.

Aku ingin mencoba hidup baru. Beberapa saat ke belakang, aku sudah memantapkan diri untuk jadi penulis walau sampingan (dan memang sepertinya bakal cuma jadi sampingan). Kerja utamanya apa saja tak masalah, yang penting aku ingin ilmuku selama empat tahun di departemen Sastra Indonesia tak sia-sia: aku menghasilkan sebuah karya dalam bentuk bacaan. Kemudian aku ingin pergi merantau ke kota-kota, mungkin ke Bandung atau Yogya untuk mencari pengalaman sekaligus memperkaya wawasanku terhadap fenomena sosial. Karena selama ini aku kolokan, mungkin ini sedikit berat, tapi justru karena itulah aku memilih untuk meneruskan tumbuh di tanah yang bukan kota kelahiran. Bisa jadi sulit. Mungkin aku akan mati kelaparan atau jadi korban pelecehan, tetapi terhadap hidupku yang sudah bertahun-tahun kulalui ini, aku merasa sudah harus dicukupkan. Kalau bisa, aku ingin merantau terus hingga luar negeri, pertama Australia, lalu ke mana saja hingga akhirnya Jerman. Mulai sekarang aku akan lebih giat belajar bahasa Inggris: membaca, mendengarkan, menonton, lalu latihan mengetik dan menulis. Aku juga ingin lebih padu lagi bermain gitar dan belajar seluk-beluk nada. Kembali mendalami penggunaan perangkat lunak, berbagai hal tentang komputer serta game. Dan, hal-hal lain yang kupikir aku harus mempelajarinya supaya pikunku tidak semakin parah.

Apapun itu, aku harus berubah. Paling awal, sekarang ini, aku ingin menyelesaikan skripsiku dulu. Aku ingin lulus, mendapat gelar, mencari peruntungan lalu memulai hidup yang benar-benar hidup: hidup sebagai orang dewasa. Semua harus berjalan. Ini rencanaku yang terakhir. Tak akan kuubah lagi. Semoga berhasil.

0 Komentar