Hari di mana bumi ini terasa
seperti surga. Kau tahu bagaimana rupa subuh itu? Cahaya beberkas-berkas namun
lembut sekali. Bukan kuning, bukan merah, tapi putih cenderung biru. Seperti lampu
baru yang dipasang.
Dinding yang mengelilingi kita
sekarang… putih, seputih cahaya itu. Sama pula dengan gaun yang melekat di
tubuhku. Bersih tanpa cela. Aku tak ingat bagaimana dan kapan aku memakainya. Yang
aku tahu, tiba-tiba aku sudah begini saja. Berdiri dengan kaki telanjang di
sebelah rel kereta mainan. Dengan jendela kaca yang amat jernih. Dengan engkau,
yang berkemeja hitam rapi.
Aku senang. Sekalipun tidak mengenakan
bedak, aku nampak cantik. Ini adalah hari pertama setelah sekian masa aku
dibungkus debu tanpa ampun. Hari pertama wajahku terlihat berseri. Tidak satu
luka pun menyakiti penampilanku. Aku sama sekali menolak memalingkan diri dari
cermin. Bahkan bibirku memerah tanpa lipstik. Aku cantik.
Sementara kau membisu. Namun justru
makin begitu tampannya. Sikapmu mewakilkan warna yang menyelimuti kita saat
ini. Dingin. Warna dingin. Putih dan biru. Tapi yang kau kenakan adalah pakaian
berwarna hitam. Mengapa?
“Nanti cantikmu ternoda.”
“Apa? Aku tak mengerti.”
“Tidak ada dua yang putih di
dunia ini. Hanya boleh satu, dan itu kau.”
Aku sedang ingin berlarian. Aku ingin
menyapa tetangga tetangga lalu mengungkapkan seluruh kebahagiaanku sekarang. Akan
aku ceritakan betapa aku mencintai kau, dan kau mencintai aku. Aku ingin
tertawa sepanjang hari kemudian menikmati cokelat kopi, memakai topi yang
dirajut dengan benang berwarna khaki, merasai harum bunga tulip, dan menghabiskan
satu lusin biskuit gandum. Bersama engkau.
“Mari pergi, nanti kita
terlambat.”
“Ke mana?”
“Ke rumahmu.”
Aku melompat, mendekap lehermu.
“Kau akan memelukku terus kan?” Sembari
menanyakan itu, aku mendengar detak jantungmu.
“Tentu saja,” jawabmu.
“Kau akan melindungiku kan?”
“Ya.”
“Kau akan menemaniku selalu kan?”
“Ya.”
Tidak ada yang harus pergi. Angin
bersemilir saja, memberi salam tanpa ingin membawa waktumu lagi. Telapak tangan
yang begitu damainya. Serasa dunia berpindah seluruhnya ke sana. Hangat dan
membuat lelap. Kecupan kali ini singkat tapi terasa nyaman. Tiada yang perlu
dipungkiri. Kau dan aku melakukannya sepenuh hati.
Surabaya, 17 Februari 2019
23.48

0 Komentar