Aku pernah bertemu dengan seorang gadis. Rambutnya panjang. Semampai. Matanya sangat indah. Pakaian yang ia kenakan selalu tampak manis. Kadang-kadang dengan gaun pendek, atau potongan kaos dan rok. Ketika ia berjalan, seolah dunia mengibahkan seluruh kecantikan padanya. Pada tiap langkahnya. Dan bunga-bunga seakan berlomba untuk mekar meski baru ditanam kemarin.
Istimewa. Ada yang tertawan di bulu matanya. Itu hatiku. Suatu kali aku ingin mencuri perhatiannya dengan lagu. Tapi tak berhasil. Gadis itu sendiri bagaikan melodi murni. Nada sempurna. Ide bodoh berharap ia memalingkan muka padaku. Apa aku ini? Mungkin sudah jadi budak cinta. Aku senantiasa terpana. Menangis di tengah kemelut malam. Meratapi wujudnya yang seperti malaikat, sementara aku hanya sebongkah batu di palung laut. Bahkan menginginkan ia meludahiku pun, rasanya mustahil.
Kulitnya penuh dengan kata-kata. Tuhan yang menuliskan di sana. Tetapi pipinya pucat. Sekali waktu aku menatapnya dan sedih. Dia indah, namun tak pernah ada yang mencintai. Senyumnya diberi kupu-kupu, tetapi terasa retak entah di bagian mana. Mungkin hanya aku. Seharusnya hanya aku yang memujanya.
Aku pernah bertemu dengan seorang gadis. Dia pergi, dan dia kembali. Terus begitu hingga mataku tak menangkap sosoknya lagi. Sehari, aku rindu wajahnya. Dua hari, aku rindu rambutnya. Tiga hari, aku rindu matanya. Empat hari, aku rindu pakaiannya. Lima hari, aku rindu senyumnya. Enam hari, aku rindu baunya. Tujuh hari, aku rindu suara langkahnya. Ia tak pernah bicara. Mungkin juga tak pernah tahu namaku. Gadis itu seperti puisi. Gadis yang penuh dengan kata-kata.

2 Komentar
apakah ini yang dinamakan cinta bertepuk sebelah tangan?
BalasHapusLebih tepatnya, kasih tak sampai
Hapus